Trauma Vaskuler
Trauma Vaskuler Extremitas Atas
Sebuah Laporan Kasus
Patrianef, Dedy Pratama
Divisi Vaskuler dan Endovaskuler, Departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RS Cipto Mangunkusumo Jakarta
Abstract
Background
Trauma
at upper extremity sometimes accompanied with vascular trauma, we
report one case patient with combined vascular and skeletal trauma of
the upper extremity with ruptured of radial and ulnar artery and
galleazy fracture of the right ante brachii
Objective
We follow and evaluate patient from the emergency unit to operating theatre, at the ward and at policlinic
Method
We performed debridement and repair of the radial and ulnar artery at the emergency room. In follow up at the 2nd day , we found thrombus at
both lumen of the artery, we decided to perform re debridement with
repair of the radial artery with autolog saphenous vein graft.
Result
Patient has gone back home with good function of the hand . Patient is still coming to policlinic to control.
Keywords
Vascular injury , upper extremity, management.
Pendahuluan
Trauma menjadi masalah dibanyak tempat didunia. Dan trauma vaskuler adalah bagian yang penting didalam masalah tersebut. Trauma vaskuler pada ekstremitas atas merupakan separuh dari keseluruhan trauma vaskuler di Amerika serikat.
Sebagian besar dari trauma ini diakibatkan oleh trauma
tajam , baik akibat pisau maupun oleh penyebab lainnya.dan trauma
tumpul yang dapat diakibatkan oleh kecelakaan laulintas, terjatuh maupun
crush injury.
Tujuan dari penanganan trauma vaskuler sama seperti trauma lainnya yaitu live saving dan diikuti oleh limb salvage
dan pemulihan fungsi. Kembalinya fungsi juga ditentukan oleh trauma
penyerta lainnya seperti trauma pada saraf saraf perifer dan tulang
serta jaringan lunak lainnya. Pada kenyataannya kebanyakan trauma,
jarang tunggal , biasanya trauma yang terjadi kompleks/kombinasi dengan
melibatkan beberapa organ dan sistem.
Kematian
dan kesakitan pada trauma vaskuler bisa disebabkan oleh trauma vaskuler
itu sendiri dan juga bisa akibat trauma penyerta lainnya. Pada trauma
vaskuler keberhasilan “yang dihitung dengan penurunan angka kematian dan kesakitan” berhubungan erat dengan rentang waktu antara lamanya cedera berlangsung dan tindakan bedah yang dilakukan.
Pada trauma vaskuler permasalahan yang terjadi adalah perdarahan dan
iskemik, bisa juga kedua hal ini berlangsung bersamaan. Jika timbul
hipovolemia, maka kondisi ini harus segera dikoreksi dengan penggantian
cairan yang cukup dan intervensi segera.
Jika terlambat dilakukan intervensi bedah, waktu operasi yang lama, dan membutuhkan transfusi masive, dapat timbul koagulopathy sistemik dan kondisi kondisi yang berbahaya lainnya seperti hypothermia, hypoxemia, asidosis dan hyperkalemia. Atas dasar alasan ini maka mengetahui lokasi cedera, etiologi, perencanaan
tindakan yang akan dilakukan dan mengetahui kemungkinan komplikasi
pasca operasi serta penyebab kematian yang mungkin timbul adalah hal
mutlak yang harus diketahui seorang dokter bedah.
Seorang
ahli bedah vaskuler harus mampu menangani repair dari arteri dan
mencegah amputasi, yang pada akhirnya akan mengurangi angka kesakitan
dan kematian
History
Pada
masa lalu cedera pada pembuluh darah besar ditangani dengan melakukan
ligasi pada pembuluh darah besar tersebut. Teknik teknik tertentu mulai
dikembangkan pada abad ke 19 dan abad ke 20. Dalam dokumentasi ,
Hallowell(1762) melakukan repair pembuluh darah, hal tersebut seperti
yang dianjurkan oleh Lambert tahun 1759. Pada tahun 1910 lebih dari 100
kasus dilakukan lateral arterioraphy dan lebih dari 46 kasus dilakukan
anastomosis end to end.1
Perkembangan penanganan trauma vaskuler berlangsung
cepat berdasarkan pengalaman yang diperoleh oleh dokter bedah selama
Perang Korea pada tahun 1950 an. Pada masa ini terjadi perobahan besar pada
penatalaksanaan trauma vaskuler sehingga angka amputasi dapat ditekan
sampai 13% dibandingkan dengan 49% pada masa perang dunia kedua. Pada masa Perang Vietnam angka ini masih dikisaran 13%. Pada perang
vietnam amputasi yang diakibatkan cedera arteri brachialis sekitar 5%.
Hanya 2% dari cedera arteri brachialis yang diligasi, tetapi hampir 60%
cedera arteri radialis dan 75% arteri ulnaris diligasi, karena sedikit
kemungkinan menimbulkan iskemia.1
Akhir akhir ini kejadian trauma vaskuler meningkat,
hal ini disebabkan oleh kecelakaan lalulintas, kekerasan dan penggunaan
kateterisasi intra vaskuler. Perkembangan yang pesat dari sektor
transportasi saat ini memberikan kontribusi yang
sangat besar untuk timbulnya trauma vaskuler. Di Eropa dan diberbagai
tempat lain , penyebab terbanyak dari cedera vaskuler adalah akibat
senjata api,1.2
Frekuensi
Cedera vaskuler pada ekstremitas atas merupakan sekitar 30-50% dari keseluruhan trauma vaskuler. Lebih dari 80% disebabkan oleh trauma tembus. Yang paling sering dilaporkan adalah cedera pada arteri
brachialis. Cedera ini saja memberikan kontribusi sekitar 15-30% dari
semua cedera vaskuler, trauma pada arteri axilaris memberikan kontribusi
sekitar 5-10% dan arteri radialis serta ulnaris menyumbang sekitar 5 – 30 %.
Pada masa perang modern insiden cedera vaskuler lebih kurang 30%. 1
Erkan
Idris dkk dari Turki (2004) melaporkan selama tahun 1979 – 2002 mereka
menangani 410 kasus, sebagian besar laki laki(73,5%), sebagian besar
diakibatkan senjata api(39,8%) dan yang paling sering terkena adalah
arteri Brachialis (22,5%).2
Etiologi
Trauma
tembus dapat diakibatkan oleh trauma tajam,senjata api kecepatan
rendah, senjata api kecepatan tinggi. Mekanisme trauma penting diketahui
untuk memperkirakan resiko cedera pembuluh darah. Pada masa peperangan
trauma tembus merupakan penyebab dari 90- 95% cedera pada pembuluh
darah, kebanyakan akibat bom atau serpihan pecahan peluru berkecepatan
tinggi. Pada saat non perang 85 % cedera pembuluh darah perifer
diakibatkan oleh trauma tusuk, walaupun hanya 6% dari seluruh trauma
tusuk menyebabkan cedera pada pembuluh darah. Secara keseluruhan luka
tembak merupakan penyebab terbanyak cedera pembuluh darah perifer,
sedangkan luka tusuk maupun laserasi merupakan 35% dari penyebab.1,3
Trauma tumpul merupakan penyebab 10 – 15% cedera
pembuluh darah pada masa tidak perang, tetapi kerusakan yang
diakibatkannya bisa lebih luas dan lebih dalam. Sering timbul
keterlambatan dalam diagnosa dan penanganannya, yang berakibat tingginya
angka amputasi. Trauma tumpul biasanya bersamaan denga trauma
orthopedi.1,3
Klinis
Cedera
pada ekstremitas atas bisa diakibatkan oleh berbagai macam mekanisme,
yang tersering adalah trauma tajam. Sejumlah besar diakibatkan oleh
pecahan kaca, dan juga ada yang diakibatkan oleh luka tembak. Dengan
meningkatnya transportasi dan pergerakan manusia, mengakibatkan
tingginya angka kecelakaan yang disebabkan kecelakaan lalulintas. Selain
itu peningkatan tindakan kateterisasi pembuluh darah juga menyebabkan peningkatan kejadian cedera pada pembuluh darah .
Di Eropa dan dibeberapa tempat lain didunia, penyebab tersering dari trauma vaskuler adalah akibat senjata api.1,3
Trauma
tumpul juga tidak sedikit menyebabkan trauma, terutama jika diikuti
oleh patah tulang dan dislokasi. Kita harus berhati hati jika terdapat
patah atau dislokasi pada suprakondiler humerus. Cedera yang tak jelas
pada tangan dapat menyebabkan terjadinya volkmann’s ischemia kontraktur.1,3
Pasien
biasanya datang dengan trauma penyerta lainnya. Jika pada pasien timbul
gangguan vaskuler maka gambaran klinik yang muncul adalah gambaran
perdarahan, atau iskhemik atau gambaran keduanya seperti perdarahan pada
lokasi trauma dan iskhemik pada bagian distalnya. Sering pada pasien
dengan trauma penyerta yang berat lainnya maka gambaran kliniknya sudah
bercampur.
Kematian
dan kesakitan pada pasien biasanya disebabkan oleh trauma penyerta
lainnya. Penyebab terbanyak dari kesakitan adalah cedera saraf bersamaan
demikian juga cedera pada tulang dan vena. Cedera pada saraf adalah
penyebab terbanyak dari gangguan fungsi ekstremitas atas (35% - 45%).1
Trauma
kompleks yang melibatkan arteri dan tulang akan meningkatkan resiko
amputasi. Debakey dan Simeone dalam penelitian yang dilakukan sebelum
perang dunia kedua, dimana belum dikenal repair arteri dan semua cedera
pembuluh darah diligasi, ditemukan angka amputasi 60% pada cedera
kombinasi dan 40% pada cedera isolated. Mc Namara dkk menemukan bahwa
selama perang vietnam angka amputasi pada cedera kombinasi sekitar 10
kali lipat dibandingkan cedera pembuluh darah saja ( 23% vs 2.5%).
Peneliti yang sama juga menemukan kegagalan anastomosis lebih tinggi
pada cedera kombinasi (33%) dibandingkan dengan cedera pembuluh darah
saja(5%). Pada pusat pusat penanganan trauma diberbagai tempat di dunia
saat ini melaporkan angka amputasi pada cedera kombinasi mencapai 70%
dibandingkan 5% pada cedera isolated.2
.
Diagnostik
Dalam
penanganan cedera vaskuler masih terdapat perbedaan pendapat diantara
para ahli yang menangani pasien dengan trauma, seperti ahli vaskuler,
orthopedi, dokter emergensi. Tetapi satu hal yang disepakati bersama
adalah bahwa setiap penderita dengan hard signs akibat cedera vaskuler harus segera dilakukan eksplorasi bedah. Hard signs terdiri atas hilangnya pulsasi dibagian distal, perdarahan aktif, hematom yang meluas atau pulsatil, bruit atau thrill
atau iskemia pada bagian distal (tabel 1). Tanda tanda dari distal
iskemia juga bisa timbul akibat sindroma kompartemen, sehingga
diperlukan evaluasi lebih lanjut jika tanda tanda ini muncul.
Sensitivitas hard signs pada trauma tusuk ekstremitas
atas sekitar 92-95%, sedangkan spesifisitasnya sekitar 95%. Dari
berbagai kepustakaan didapatkan bahwa hard signs dapat
memprediksi cedera vaskuler pada hampir 100% kasus. Pada keadaan keadaan
tertentu seperti derajat atau lokasi cedera tidak jelas dapat dilakukan
pemeriksaan arteriografi dikamar operasi. Pertimbangan untuk melakukan
arteriografi intra operatif adalah untuk menghemat waktu. Beberapa
literatur juga menganjurkan dilakukan pemeriksaan arteriografi intra
operatif jika ditemukan fraktur multipel, atau cedera di proksimal.1,2,3,4,5
Pendapat
yang sedikit berbeda dianjurkan oleh American College of Surgeon, yang
menyatakan bahwa pemeriksaan imaging tetap mesti dipertimbangkan jika
terdapat hardsign. Hal ini disebabkan sebagian besar hardsign disebabkan
oleh cedera non vaskuler. Tetapi jika pemeriksaan imaging tidak
tersedia, harus segera dilakukan eksplorasi luka.6
Penatalaksanaan
pasien dengan cedera vaskuler mengalami perobahan besar semenjak perang
korea. Pada masa itu setiap pasien dengan trauma pada ekstremitas
dilakukan eksplorasi untuk menilai cedera vaskulernya, sehingga angka
false negatif sangat tinggi, sehingga akhirnya pasien dengan tanda tanda
soft signs dianjurkan disaring dengan pemeriksaan arteriografi lebih dahulu.1
Beberapa ahli menyarankan pasien dengan soft signs
tidak memerlukan pemeriksaan arteriografi, cukup hanya dengan melakukan
pemeriksaan fisik serial, dan ternyata cedera pembuluh darah dengan soft signs tidak pernah menyebabkan penderita kehilangan tungkai. Tanda tanda soft signs
yaitu hematom yang stabil, cedera saraf dekat pembuluh darah, hipotensi
yang tak jelas sebabnya, dan riwayat perdarahan ditempat kejadian.
Pasien dengan soft sign memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan cedera vaskulernya.1,2,3,4,5
Terdapat
perbedaan pendapat didalam menangani kasus trauma tusuk dengan lokasi
luka tusuk pada daerah berdekatan dengan struktur pembuluh darah besar,
dan kondisi dimana pulsasi di distal melemah. Pada kondisi ini belum ada
konsensus, data yang tersedia masih belum banyak, tidak ada rekomendasi
berdasarkan evidence base dan penatalaksanaan tergantung kepada masing
masing institusi. Frykber ER dkk(1991) menemukan bahwa penderita dengan
luka dekat kepembuluh darah besar, dengan pemeriksaan fisik normal,
tanpa tanda tanda hard signs, ternyata angka negartive predictive value 99,3%.1,5
Pulsasi
distal yang menurun dalam berbagai kepustakaan ditempatkan pada tempat
yang berbeda beda, tergantung kepada referensi yang dipakai. Ini adalah
keadaan yang abu abu. Beberapa kepustakaan menyarankan agar dilakukan modalitas pemeriksaan yang diperlukan.1
Modalitas Pemeriksaan
Indeks Arterial Pressure
Pemeriksaan indeks arterial pressure dinyatakan
abnormal jika kecil dari 0,9. Ini diukur dengan membandingkan tekanan
sistolik ditempat yang cedera dibandingkan dengan tempat yang normal
dengan menggunakan Doppler, keakuratannya mencapai 95%. Data terakhir
menunjukkan bahwa sensitifitas 72.5%, spesifisitas 100%, positive
predictive value 100%, negative predictive value 96%.
Keterbatasan pemeriksaan ini jika terdapat cedera di proksimal tempat
pemeriksaan, pasien shock atau terdapat luka multipel. Beberapa pusat
pelayanan trauma telah menggunakan kriteria ini untuk menyingkirkan
kemungkinan cedera vaskuler pada penderita dengan pemeriksaan fisik normal, normal indeks arterial pressure dan tanpa trauma diproksimalnya dan tanpa luka multipel.1,3,5
Pemeriksaa Imaging
Pasien pasien dengan soft signs memerlukan pemeriksaan lanjutan
Ultrasonografi Duplex
Pada
beberapa penelitian ternyata duplex ultrasonografi memiliki angka
sensitifitas 100% dan spesifisitas 97.3%. Kemungkinan negatif palsu
mungkin terjadi pada penderita luka tembak,
trauma didaerah poplitea, atau didaerah subklavikula, atau pada
penderita dengan terpasang splint atau dressing.5
Alat
ini sangat bermanfaat ditangan ahli karena sangat akurat dan tepat
karena angka sensitifitas dan spesifisitasnya mendekati 100%.
Keterbatasan alat ini karena sangat tergantung kepada keahlian operator.1
Beberapa
pusat trauma saat ini telah menggunakan modalitas ini untuk
menyingkirkan kemungkinan seseorang menderita cedera pembuluh darah
jika, pemeriksaan fisik normal dan duplex ultrasonografi normal.
Arteriografi
Masih
merupakan pemeriksaan baku emas dengan sensitifitas 99% dan
spesifisitas 97%, biasanya tidak dibutuhkan pada cedera arteri
ekstremitas atas, karena sebagian besar pasien mengalami cedera terbuka.
Kadang kadang dibutuhkan pemeriksaan arteriografi intra operative untuk
menentukan lokasi cedera arteri.1,2,3,5
Hampir semua pasien dengan hardsign tidak memerlukan pemeriksaan arteriografi.5
CT Angiografi
Memberikann
gambar dengan resolusi tinggi, dan dapat memberikan gambaran detil
kerusakan tulang dan jaringan lunak. Dari beberapa penelitian ternyata
angka sensitivitas dan spesifisitasnya sekitar 99% dan 87%. Beberapa
pusat trauma menyarankan penggunaan modalitas ini untuk menggantikan
pemeriksaan angiografi.
Keakuratan sangat tinggi
Penatalaksanaan
Pengobatan secara umum sama seperti pengobatan trauma lainnya. Dengan fokus utama yaitu live saving baru diikuti dengan limb salvage.
Terapi Bedah Vaskuler
Terapi inisial.
Evaluasi
dan terapi awal mengikuti guidelines ATLS yang telah ditetapkan oleh
American College of Surgeons. Manajemen untuk cedera yang mengancam
nyawa lebih prioritas dibandingkan dengan cedera yang mengancam tungkai.1,2,3,4,5,6 Kecuali dalam keadaan cedera pembuluh darah besar diaorta, dianut prinsip scoop and run.
Repair Arteri
Repair arteri, mengikuti urutan akses, eksposure,kontrol dan repair. Kontrol perdarahan sementara dapat dilakukan dengan menggunakan penekanan dengan jari jari atau balut tekan. Tidak dianjurkan melakukan klem pada arteri secara blind karena bisa mencederai organ disekitarnya seperti saraf. Pasien posisi supine dengan lengan pada posisi ekstensi dan abduksi 90 derjat. 7
Insisi
pada tempat yang terkena didisain memanjang sepanjang pembuluh darah
yang terkena dan dapat diperpanjang jika dibutuhkan. Jika cedera saraf
dan tendon tidak memungkinkan untuk dilakukan repair, dapat dilakukan
belakangan.7
Hal
yang terpenting adalah memperoleh akses dan eksposure tanpa menyebabkan
cedera pada bagian lainnya. Jika dibutuhkan dapat dilakukan proksimal
kontrol melalui insisi infraclavikular yang bisa
diteruskan sampai kecelah deltopektoral. Kontrol yang lebih proksimal
dapat dilakukan , bahkan jika dibutuhkan dapat dilakukan reseksi
klavikula sepertiga tengah. Dapat juga dilakukan kontrol endovaskuler
jika ditemukan perdarahan aktif saat dilakukan arteriografi intra
operative. Akses ke arteri brachialis dapat dicapai melalui insisi pada
celah medial diantara otot bisep dan trisep.
Distal artery brachialis dicapai pada fossa kubiti dibawah tendon biseps melalui insisi s lazy. Distal pada lengan bawah dapat dicapai melalui insisi memanjang diatas perjalanan arteri. Repair wajib dilakukan jika arkus palmaris tidak bagus atau jika
sebelumnya arteri ulnaris atau radialis sudah pernah cedera. Jika kedua
arteri terputus amaka arteri ulnaris lebih diprioritaskan karena
suplainya lebih dominan.
Proksimal dan distal kontrol harus dilakukan sebelum dilakukan ekspose arteri. Kateter fogarti sangat berguna, terutama pada
cedera arteri aksilaris bagian proksimal. Sesudah dilakukan kontrol
area yang mengalami kontusio, dilakukan debridement dan semua jaringan
yang non vital dibuang. Dilakukan thrombektomi pada segmen proksimal dan
distal serta dilakukan flushing dengan cairan salin yang sudah diberikan larutan heparin, Jika tersedia intraluminar shunting, pada kasus kasus fraktur yang tak stabil dapat dilakukan pemasangan shunting
untuk memperbaiki perfusi pada bagian distal sementara dilakukan
fiksasi pada tulangnya, tetapi pada cedera vaskuler di ekstremitas atas
jarang dilakukan temporary shunting sebab ada kesululitan teknik, karena ukuran pembuluh darahnya yang kecil.
Revaskularisasi
yang dilakukan pada pasien tergantung traumanya. Jika celah yang timbul
kecil dapat dilakukan repair primer. Jika celah cukup besar dapat dipakai graft dari vena sefalika atau dari vena safena. Hindari penggunaan graft sintetik karena resiko infeksi dan kegagalan yang tinggi.
Semua
graft harus ditutup dengan jaringan viabel. Repair vena jarang
dilakukan karena jaringannya kolateralnya yang cukup banyak.
Kritikal
iskemia time untuk arteri brachialis adalah sekitar 4 jam. Walaupun
terdapat kolateral yang memberikan makan kedistalnya, pembuluh darah ini
tetap harus direpair dalam 12 jam. Sekitar 25% yang dilakukan repair
sesudah 12 jam, hanya 25% yang fungsinya pulih lagi.1
Jika
terdapat cedera komplek, maka cedera pembuluh darah harus diperbaiki
lebih dahulu dan diperiksa lagi sesudah repair ortopedi. Semua saraf dan tendon yang ditemukan selama eksplorasi harus
ditandai untuk perbaikan berikutnya. Pada saat eksplorasi vaskuler ,
pembuluh darah yang kontusio,hematom subintimal, dan fraktur intima
harus didebridement.
Pada
masa lalu ada ketentuan bahwa dalam cedera kompleks , fiksasi tulang
dilakukan lebih dahulu, diikuti dengan jaringan lunak lainnya, dan
terakhir baru revaskularisasi. Hal ini dilakukan dengan alasan perbaikan
arteri yang dilakukan lebih dahulu akan rusak kembali saat dilakukan
fiksasi tulang dan perbaikan jaringan lunak lainnya. Pada masa sekarang
hampir semua konsensus menyatakan bahwa perbaikan pembuluh darah
dilakukan lebih dahulu, baru diikuti dengan perbaikan lainnya.
Revaskularisasi yang dilakukan tersebut bisa dengan memakai shunt
sementara , kemudian dilakukan fiksasi tulang dan jaringan lunak baru
diikuti dengan repair pembuluh darahnya. Pada ekstremitas atas tindakan
pemasangan shunt tidak dianjurkan sebab ukuran pembuluh darahnya
terlampau kecil untuk dilewati shunt.1
Trauma.org menyatakan bahwa
dalam setiap trauma kompleks prioritas pertama adalah melakukan
revaskularisasi, tentang bagaiman revaskularisasi yang akan dilakukan,
apakah shunt sementara atau definitif, tergantung kepada kondisi tulang, jaringan lunak dan kondisi dari pasien. Definitif revaskularisasi dilakukan pada kondisi kondisi
- Pasien stabil baik fisiologis maupun hemodinamik
- Tulang stabil
- Luka bersih dengan jaringan lunak yang hidup mencukupi
- Cukup waktu
- Tidak ada cedera lain yang lebih membutuhkan penanganan.
Definitif revaskularisasi harus dihindari pada keadaan berikut
- Hemodinamik tidak stabil, koagulopathi, asidosis, hipotermia.
- Tulang tidak stabil
- Kontaminasi berat atau tidak cukup kulit penutup
- Membutuhkan tindakan definitif yang rumit
- Tidak tersedia tenaga ahli yang mampu melakukan tindakan tersebut.
- Terdapat cedera lain yang lebih urgen.
Pada
kondisi tersebut diatas sebaiknya dilakukan pemasangan shunting
temporer. Stabilisasi tulang yang dilakukan adalah splint atau eksternal
fiksasi. Terapi definitif ditunda sampai kondisinya membaik dan setelah
dilakukan revaskularisasi definitif.1
Sama
seperti pada trauma vaskuler ditungkai bawah, pada setiap tindakan
repair pembuluh darah harus dipertimbangkan untuk dilakukan fasiotomi,
walaupun insiden kompartemen sindrome rendah.
Endovaskuler.
Tindakan ini mulai dilakukan sejak tahun 1991.Merupakan tindakan alternatif untuk tindakan pembedahan . Untuk ekstremitas atas jika
ditemukan thrombus dapat dilakukan thrombectomy dengan kateter atau
dengan kateter directed lytic therapy, sesudah thrombus keluar dilakukan
angioplasty untuk aposisi intimal flap ke dinding pembuluh darah.
Covered stent dapat dilakukan jika terdapat transeksi partial, tetapi
pemakaiannya sebaiknya hanya pada kasus yang mengancam jiwa sehingga
tidak bisa dilakukan operasi repair yang membutuhkan waktu lama.8
Penggunaan endovaskuler untuk cedera pada ekstremitas atas masih
terbatas. Lonn dkk menangani 2 kasus dengan cedera pada arteri
brachialis, pada kedua pasien ditemukan cedera pada intima dengan
thrombosis. Pada kedua pasien dilakukan repair angioplasti tanpa stent.
Pengalaman pada arteri radialis dan ulnaris lebih jarang lagi ,
terbatas hanya pada penggunaan endovaskuler untuk embolisasi, pseudo
aneurisma dan AV fistula. Saat ini penggunaan endovaskuler untuk trauma
masih belum populer.8
Amputasi
Salah
satu pertimbangan yang sulit dalam penanganan trauma vaskuler adalah
kapan dan dimana dilakukan amputasi. Usaha usaha agresif untuk melakukan
revaskularisasi tidak selalu dibenarkan, diperlukan pertimbangan
pertimbangan tertentu sehingga pasien tercegah dari waktu perawatan yang
lama, kehilangan jam kerja yang lama, meningkatnya kejadian sepsis,
bahkan kematian.2
Tidak
ada batasan yang tegas dalam melakukan amputasi. Trauma Org menyatakan
bahwa beberapa hal berikut dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan
amputasi.2
- Cedera tulang, Gustilo III C
- Transeksi tibia atau nervus iskiadikus
- Transeksi 2 dari 3 nervus pada ekstremitas atas
- Iskemia lama (> 6-12 jam)
- Shock atau ada trauma lain yang mengancam jiwa
- Cedera arteri dibawah lutut
- Kehilangan jaringan lunak luas
- Crush Injury
- Multiple fracture
- Tua dengan komorbiditas lain
- Kontaminasi berat
- Pasien menginginkan
Pertimbangan
lain diperlukan untuk cedera pada ekstremitas atas, dimana pertimbangan
amputasinya harus dikurangi. Kita harus lebih toleran menerima kondisi
fungsi dan sensasi yang menurun, diskrepansi pada lengan atas, hal ini
karena protese pada ekstremitas atas kurang memuaskan.
Tujuan
utama dari pengobatan adalah pasien kembali nyaman dengan kondisinya
dan bekerja kembali seperti sediakala, sehingga salah satu pertimbangan
untuk dilakukan amputasi adalah dengan tujuan waktu perawatan yang
pendek, biaya sedikit, cepat kembali bekerja dan sedikit morbiditi
akibat immobilisasi lama .
|
Dikutip dari Trauma Og
Evaluasi Pasca Operasi
Sindroma Kompartemen
Cedera
vaskuler baik pada arteri maupun vena dapat menyebabkan kompartemen
sindrome. Demikian juga setiap prosedur yang dilakukan seperti
embolektomi, thrombektomi, maupun operasi bypass
dapat menyebabkan kompatemen sindrome, hal ini dikenal sebagai post
iskemik kompartemen sindrome yang disebabkan pembengkakan jaringan
setelah timbul reperfusion injuri. Insiden kompartemen syndrome ini
berkisar antara 0 – 21%. Peninggian tekanan intra kompartemen yang
terjadi setelah reperfusi biasanya mulai terlihat pada hari ketiga dan
mencapai puncaknya pada hari ke 5 – 7. 5
Walaupun
insiden kompartemen pada ekstremitas atas rendah dibandingkan dengan
ekstremitas bawah, namun tindakan fasiotomi tetap harus dipertimbangkan
pada setiap repair artery.
Tanda tanda klinik reperfusion injury harus ditangani sesegera mungkin dan aggresive demikian juga tanda tanda peningkatan tekanan intra kompartemen.
Kompartemen
sindrome diakibatkan peningkatan tekanan intra kompartemen yang timbul
akibat iskemia pada otot dan saraf. Tanda tanda awal adalah nyeri yang
berlebihan yang tidak sebanding dengan cedera yang terjadi., dan
peningkatan nyeri pada pergerakan pasiv dan palpasi kompartemen.
Tanda tanda lain adalah paralysis, paresthesia, pallor, Pembengkakan
pada kompartemen dan penurunan sensasi. Biasanya pulsasi masih tetap
teraba, karena tekanan sistolik lebih dari 30 mm Hg.
Pada
ekstremitas atas. Pada lengan atas terdapat dua kompartemen anterior
dan posterior, pada lengan bawah terdapat tiga kompartemen. Pada tangan
terdapat empat kompartemen.
Pada
lengan atas dapat dilakukan dekompressi dengan melakukan dua insisi
yaitu insisi lateral dan insisi medial. Pada lengan bawah dilakukan dua
buah insisi yaitu sisi anterior dan sisi posterior. Insisi pada sisi
volar harus beberbentuk huruf S untuk mencegah kontraktur dan dapat
diteruskan kedistal untuk dekompressi carpal tunnel. Lima insisi
digunakan untuk melakukan dekompressi pada tangan yaitu dua pada dorsum,
satu diatas carpal tunnel dan dua pada thenar dan hipothenar.
Komplikasi
Oklusi dan perdarahan adalah dua komplikasi yang sering terjadi dan memerlukan operasi segera
Jika timbul edema yang ditandai dengan nyeri segera lakukan dekompressi.
Kematian otot dan saraf timbul akibat vaskular compromise yang lama. Dilakukan nekrotomi dan jika luas dapat dilakukan amputasi
Komplikasi yang lain yaitu infeksi yang membutuhkan debridement dan pemberian antibiotika.
Komplikasi lanjut yaitu fistula arteriovenosa dan aneurisma palsu. Komplikasi ini diatasi dengan operasi.
Pasien
Seorang pasien laki laki umur 27 tahun dikirim oleh Rs Dewi Sri Karawang pada tanggal 15 Oktober 2009 jam 15.49 dengan diagnosa Post Op debridement ai Crush Injury Antebrachii dextra, dirujuk atas permintaan pasien.
Dari
anamnesa diketahui pasien berobat ke RS tersebut setelah 32 jam
kecelakaan , akibat baju pasien terjepit mesin press, sehingga tangan
pasien ikut tertarik kedalam mesin press. Di RS setempat kemudian
dilakukan debridement, diinjeksi ATS, dipasang bidai dan pasien dirujuk
ke RS Cipto Mangunkusumo.
Dari primary survey semuanya dalam kondisi baik
Dari sekondary survey, ditemukan luka pada ekstremitas atas kiri
berbentiuk melengkung, menyayat mulai dari proksimal antebrachii sampai
kesisi lateral dan sisi medial dari luka pada distal antebracii,
pulsasi arteri radialis dan ulnaris bagian distal negatif. Dari bagian
orthopedi ditemukan fraktur galleazi sinistra terbuka grade IIIC.
Pada
pasien dilakukan operasi. Durante operasi ditemukan trauma tumpul pada
kedua arteri ulnaris dan arteri radialis, pada kedua arteri ditemukan
trombosis pada level fraktur sepanjang 1 cc, diputuskan melakukan
reseksi arteri radialis dan arteri ulnaris sepanjang 1 cm , dilakukan
trombektomi keproksimal dan kedistal, spooling dengan larutan heparin
dan dipasang shunting temporer pada kedua arteri. Operasi dilanjutkan
oleh orthopedi dengan pemasangan intra medullary wire. Sesudah selesai
operasi oleh orthopedi dilanjutkan dengan anastomosis primer pada kedua
arteri, dan kemudian dilanjutkan dengan pemasangan back slab. Sesudah
operasi diperiksa pulsasi pada arteri radialis, pulsasi bagus dan
diperiksa pulse oksimetri hasilnya 100%.
. Pasien dberikan obat sebagai berikut:
- Heparin bolus 5000IU dan dilanjutkan bolus sebanyak 20.000IU/24 jam
- Ceftazidim 2 X 1 gram
- Trental 600 mg/24 jam
- Methyl prednisolon 3 X 125 mg
Tanggal 16 Oktober 2009
Dari
pemeriksaan ditemukan pulsasi pada kedua arteri di distal antebrachii
tidak teraba. Dari pemeriksaan pulse oksimetri ditemukan yang terbaik
hasilnya adalh 84%. Dari laboratorium APTT 7 X kontrol
Hasil pemeriksaan arteriografi ditemukan cut-off pada arteri radialis dan ulnaris sepertiga proksimal , arteri inter ossea baik. Tidak ditemukan kontras mengisi arkus palmaris dan arteri digitalis.
Pada pasien diputuskan untuk dilakukan debridement dan eksplorasi di kamar operasi
Tanggal 17 Oktober 2009
Dari
eksplorasi ditemukan trombus memenuhi kedua arteri, diputuskan
dilakukan trombektomi dan dalakukan reseksi pada arteri radialis adan
anastomosis dengan menggunakan bypass graft yang diambil dari vena
savena magna. Selesai operasi diperiksa pulsasi bagian distal + dan
pulse oksimetri 100%. Dilakukan repair muscle belly yang terfputus.
Therapi
- Heparin bolus 5000IU dan dilanjutkan bolus sebanyak 20.000IU/24 jam
- Ceftazidim 2 X 1 gram
- Trental 600 mg/24 jam
- Methyl prednisolon 3 X 125 mg
Tanggal :18 Oktober 2009
Jari jari tangan hangat, pulsasi arteri radialis + N dan pulseoksimetri kedistal yang terbaik hasilnya 100%.
Therapi dilanjutkan.
Tanggal :19 Oktober
Sebagian besar kulit mulai mengalami nekrosis
Therapi tetap dilanjutkan
Tanggal :23 Oktober 2009
Dilakukan debridement pada jaringan yang non viabel, luka dibiarkan terbuka
Tanggal :9 November 2009
Dilakukan debridement ulang dan dilakukan penanaman STSG pada luka granulasi.
Tanggal :18 November 2009
Pasien
dipulangkan dengan kondisi take graft 95%, Viabilitas jari baik,
sebagian besar otot otot thenar dan hipothenar mengalami atrofi, fleksi
digiti IV tak bisa dilakukan.
Tanggal :23 November 2009
Pasien kontrol kepoliklinik, fungsi jari tangan masih status quo
Diskusi
Telah
dilaporkan satu kasus trauma tumpul pada antebrachii sinistra dengan
akibat trombosis pada kedua arteri pada daerah fraktur. Pada pasien ini
tindakan operasi yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur yang
tertera didalam guideline, karena terdapat hard sign, pada pasien segera dilakukan eksplorasi tanpa perlu pemeriksaan imaging.
Pada pasien ini dilakukan pemasangan shunting temporer
pada kedua arteri dan divisi ortopedi melakukan operasi fiksasi tulang
dan dilanjutkan dengan operasi definitif anastomosis pada kedua arteri.
Sesuai dengan standar yang diberlakukan oleh trauma.org bahwa jika
ditemukan trauma kombinasi maka yang dilakukan adalah tindakan
revaskularisasi lebih dahulu, baik yang bersifat temporer maupun yang
bersifat permanen. Jika ditemukan kondisi kondisi tertentu dimana segmen
tulang yang fraktur tidak stabil, maka dianjurkan untuk dilakukan
revaskularisasi dengan shunting temporer. Pendapat ini oleh sebagian
ahli dibantah kartena dari beberapa penelitian ternyata bahwa tindakan
fiksasi yang dilakukan sesudah revaskularisasi ternyata tidak merusak
anastomosis yang dibuat, hal ini disebabkan dokter yang melakukan
tindakan fiksasi tulang akan lebih berhati hati. Sehingga sebagian ahli
tetap beranggapan bahwa anastomosis primer tetap harus dilakukan lebih
dahulu. American College of Surgeon tetap menganut revaskularisasi lebih
dahulu dengan beberapa keadaan tertentu dapat dilakukan revaskularisasi
dengan shunting temporer lebih dahulu.
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh shunting, dimana lapisan dalam shunting dilapisi
dengan anti koagulansia, sehingga dapat mencegah pembentukan trombus,
walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa jika tidak ada shunting yang
memenuhi syarat, maka penggunaan selang infus dapat digunakan sementara,
tetapi sebagian ahli berpendapat bahwa pemakaian selang infus atupun
selang naso gastric tube justru dapat memicu pembentukan trombus.
Pemakaian
shunting temporer dalam guideline dinyatakan tidak ada tempatnya jika
trauma terjadi ditangan, hal ini disebabkan diameter pembuluh darah
diekstremitas atas tidak cukup besar untuk dipasang shunting temporer,
sehingga untuk tangan yang terbaik adalah langsung dilakukan anastomosis
primer.1
Pemilihan
arteri mana yang lebih prioritas untuk dilakukan anastomosis adalah
arteri ulnaris, sebab arteri tersebut dominan mendarahi antebrachii
sampai ke manus, walaupun ukuran diameternya lebih kecil. Sehingga pada
pasien ini sebaiknya dilakukan anastomosis pada arteri ulnaris dengan
tingkat kesulitan yang lebih tinggi karena diameternya yang lebih kecil.
Jika satu arteri yang terkena maka arteri tersebut dapat diligasi
dengan syarat arkus palmarisnya baik dan utuh serta tidak riwayat trauma
sebelumnya.1
Pada
kasus ini maka tindakan shunting temporer dengan menggunakan selang
intravenous tidak pada tempatnya, sebab harusnya langsung dilakukan
anastomosis primer, pemakaian selang IV justru memacu timbulnya
trombosis pada bagian proksimal dan distal, sebab alirannya akan
mengalami perobahan diameter yang cukup besar, karena dinding selang
yang cukuop besar, ditambah dengan tak adanya lapisan pelindung anti
koagulansia dibagian dalamnya. Pada kasus ini tindakan yang dilakukan
justru mungkin memperburuk kondisi pasien.
Tindakan arteriografi yang dilakukan pada hari kedua tidak ada tertera didalam protokol. Pada keadaan emergensi sebetulnya ada tempat untuk dilakukan arteriografi intra operatif.
Pemberian
heparinisasi yang dilakukan sudah sesuai dengan protokol yang dipakai ,
dimana pemberian heparin dengan dosis therapi diberikan kombinasi
dengan warfarin dan dilanjutkan dengan warfarin saja jika INR sudah
mencapai 2.
Kegagalan
anastomosis yang dilakukan pada kasus emergensi bisa disebabkan oleh
beberapa hal, selain hal teknis yang disebutkan diatas tadi, bisa juga
disebabkan oleh kerusakan pada arteri yang mungkin saja lebih panjang,
hal ini disebabkan oleh trauma tumpul pada pasien ini. Pada trauma
tumpul, biasanya batas antara pembuluh darah yang sehat dan tidak sehat
biasanya tidak jelas, lain halnya dengan trauma tajam. Sehingga
keyakinan bahwa cedera arteri hanya pada tempat fraktur sebetulnya harus
kita hindari jika kita memperhatikan mekanisme traumanya akibat trauma
tumpul, dalam hal ini terjepi dan terpotong mesin press dan pemotong.
Kesimpulan
Kasus
trauma vaskuler pada ekstremitas atas adalah kasus trauma yang
sebetulnya cukup sering terjadi baik akibat trauma tumpul maupun trauma
tajam.
Penanganan
kasus ini harus lebih hati hati, karena biasanya jarang yang hanya
melibatkan satu sistem. Biasanya cedera yang terjadi kombinasi dari
beberapa sistem, baik sitem vaskularisasi, sistem muskuloskletal maupun
sistem persyarafan.
Penanganan trauma di ekstremitas atas tetap menganut kaidah yang berlaku pada ATLS, dimana survei primer dilakukan lebih dahulu baru diikuti dengan survei sekunder. Hal ini sesuai dengan aturan live saving diikuti dengan limb salvage.
Pada
pasien ini ouput yang dihasilkan tidak sebaik yang diharapkan karena
iskemik time yang terjadi cukup lama yaitu 32 jam sebelum masuk rumah
sakit ditambah dengan prosedur orthopedi yang dilakukan terlebih dahulu
dan ditambah dengan pemakaian shunting yang tidak dianjurkan untuk
digunakan pada ekstremitas atas, dan juga shunting yang digunakan tidak
sesuai dengan standar.
Ketidak
tahuan dari dokter bedah yang merujuk, sehingga pasien dirujuk atas
permintaan sendiri juga memperburuk output. Pada setiap trauma dituntut
kehati hatian yang tinggi dari seorang dokter bedah, sehingga tidak ada
trauma vaskuler yang terluput, apalagi pada pasien ini sudah jelas hard
sign, dimana pulasai perifernya sudah tidak ada.
Daftar Pustaka
- Fields C E, Latifi RI, Ivatury R R: Brachial and Forearm vessel Injuries: Vascular Trauma Complex and Challenging Injuries,Part II.Surg Clin of North Am 82:105 – 114,2002.
- Frykberg ER: Combined vascular and skeletal trauma: Vascular Trauma : Trauma Org:2005: diakses dari http://www.trauma.org/archive/vascular/vascskeletal.html.
- Levy RM, Alarcon RH, Frykberg ER: Peripheral Vascular Injuries : Trauma manual, The Trauma and Acute Care Surgery,3 rd Edition. Lippincott William & Wilkins 2008.
- Dueck AD, Kucey DS: The Management of Vascular Injuries in Extremity Trauma. Current Orthopedics 2003;17:287-291.
- Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to The Extremity: J Emerg Med 2008;34:187-193.
- Management of Complex Extremity Trauma: American College of Surgeons Committee on Trauma. Ad Hoc Committee On Outcomes 2005.
- Marrero IC, Chaudhry N :Hand, Upper Extremity Vascular injury : Treatment. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/artcle/1287360-treatment.
- Starnes BW, Arthurs ZM: Endovascular Management of Vascular Trauma. Perspect Vasc Surg Endovasc Ther 2006; 18:114 – 124.
- Tiwari A, Haq AI, Myint F, Hamilton G: Acute Compartement Syndromes. Br J Surg 2002;89397 – 412.
- Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to The Extremity.J Emerg Med;2008:34: 187- 193.
- Marrero Ian C, Chaudhry Nadeem, Salhab KF: Hand,Upper Extremity Vascular Injury: diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1287360-overview.
- Iriz Erkan,Kolbakir F, Sarac A, et al: Retrospective assesment of Vascular Injuries: 23 Years of Experience. Ann Thorac Cardiovasc Surg2004;10: 373 – 378.
Evolusi Perhimpunan Spesialis Bedah Vaskuler menjadi Spesialis Bedah Vaskuler dan Endovaskuler
Patrianef, Sekretaris
Kolegium Vaskuler dan Endovaskuler Indonesia
Divisi
Vaskuler dan Endovaskuler Departemen Ilmu Bedah FKUI/RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta
Latar belakang
Ilmu bedah vaskuler saat ini
berkembang sangat pesat seiring dengan dikenalnya teknik angiografi dan
pemeriksaan vaskuler non invasif, termasuk di Indonesia. Divisi Bedah Vaskuler
dan Endovaskuler Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM dengan dilandasi keinginan
untuk berkembang dan menjadikan RS Cipto
Mangunkusumo yang merupakan RS Pendidikan FKUI sebagai Nasional Vascular Center
ikut berbenah dengan dukungan penuh manajemen RSCM dan FKUI.
Salah satu bentuk perubahan yang
dilakukan adalah perubahan nama divisi,
sesuai dengan perubahan nama perhimpunan. Perubahan itu dilandasi keinginan
untuk mengembangkan teknik minimal invasif dalam bidang vaskuler.
Sebagai satu satunya pusat
pendidikan yang melaksanakan pendidikan subspesialisasi dibidang vaskuler di
Indonesia, maka keinginan itu dirasa sudah sewajarnya jika bukan merupakan
suatu keharusan.
Definisi Bedah Vaskuler
Bedah vaskuler adalah suatu
spesialisasi yang melaksanakan diagnosa, dan penatalaksanaan kelainan pada arteri, vena dan sistem limfe, diluar pembuluh
darah intra kardial dan intra kranial ( Society for Vascular Surgery)
Seorang spesialis bedah vaskuler
yang terlatih harus dianggap sebagai seorang spesialis vaskuler yang
selain melakukan pembedahan terbuka
tradisional pada pembuluh darah juga melakukan intervensi endovaskuler dan berkompeten
untuk menangani kelainan pembuluh darah tanpa pembedahan dan tanpa intervensi.
Seorang spesialis bedah vaskuler harus mempunyai ilmu pengetahuan dan
pengalaman sebagai berikut :
1. Mengerti
patofisiologi pembentukan dan perjalanan penyakit kelainan arteri dan vena
mencakup atherosclerosis, hyperplasia intima, kelainan non
atherosklerotik,kelainan akut dan kronik pada vena dan limfe dan gangguan pada
organ yang didarahinya.
2. Mampu
melakukan evaluasi klinis pada penderita kelainan vaskuler mencakup anamnesa,
pemeriksaan fisik dan penatalaksanaan medis mencakup pemberian obat obatan dan
reduksi faktor resiko
3. Mampu
melakukan pemeriksaan invasif dan non
invasif pada kelainan vaskuler
mencakup tetapi tidak dibatasi hanya pada dupleks ultrasonografi, pemeriksaan
Doppler, pletismografi, magnetic
resonance imaging, computed
tomography angiography, contrast angiography dan venography, ultrasonografi intra vaskuler.
4. Indikasi
dan teknik pembedahan terbuka pada kelainan vaskuler mencakup kelainan
kongenital, sumbatan, trauma, aneurisma, proses inflamasi termasuk pada
kelainan serebrovaskuler. Ini termasuk arteri karotis dan cabangnya,
ekstremitas atas, aorta intrathorakal dan cabangnya, arkus aorta,aorta
thorakalis desenden, aorta abdominal, arteri renalis dan arteri visceral,
arteri didaerah pelvis dan tungkai bawah, sistem vena dileher, dada,
abdomen,pelvis dan tungkai bawah, pembuluh darah yang dikecualikan adalah
intracranial dan intrakardial.
5. Teknik
dan indikasi untuk intervensi
endovaskuler termasuk angioplasty, balloning, stenting, sumbatan pada pembuluh darah kecuali arteri koronaria dan
arteri intracranial,aorta thorakalis dan abdominalis dan pembuluh darah perifer
termasuk pemasangan graft endovaskuler, trombolisis, dan pemeriksaan tambahan
endovaskuler lainnya.
6. Penatalaksanaan
kondisi kritis mencakup evaluasi pre dan postoperatif pada penderita kelainan
vaskuler yang dirawat di perawatan intensif. Penatalaksanaan ini mencakup
pemahaman dan indikasi untuk pemasangan kateter arteri, vena sentral dan arteri
pulmonalis untuk monitoring hemodinamik.
Kondisi pendidikan bedah vaskuler di dunia dan Indonesia saat
ini
Saat ini di Indonesia sistem
pendidikan yang dianut masih tradisional, dimana pendidikan bedah vaskuler dilakukan pada spesialis bedah yang berminat
mendalami bidang vaskuler dan endovaskuler, seorang peserta didik adalah
seorang spesialis bedah dan mempunyai
sertifikasi dan kompetensi dalam bidang bedah umum. Pendidikan dilaksanakan
selama dua tahun dan institusi pendidikan satu satunya saat ini adalah
FKUI/RSCM.
Status pendidikan bedah vaskuler
saat ini adalah subspesialisasi didalam bidang ilmu bedah umum.
Didunia internasional saat ini
ada 4 sistem pendidikan untuk mendidik seorang spesialis bedah vaskuler yaitu;
1. Tradisional,
seorang peserta harus menyelesaikan pendidikan spesialis bedah umum dan
mempunyai sertifikasi dan kompetensi, minimum waktu yang dibutuhkan adalah dua
tahun. Sebelum tahun 2007 waktu pendidikan yang dibutuhkan adalah 1 tahun.
Peserta didik dengan cara ini mempunyai dua kompetensi yaitu bedah umum dan
bedah vaskuler. Pendidikan seperti ini lazim dinegara Eropa, seperti United
Kingdom, Austria,Kroasia,Italia,Norwegia,Switzerland, Turki dll. Pada sistem
ini terdapat dua sebutan ada yang menyebut sebagai konsultan dan ada yang memberikan
sebutan spesialis bedah dan spesialis vaskuler
2. Spesialisasi
dini, pada sistem ini seorang peserta didik menjalani pendidikan bedah umum
selama 4 tahun dan langsung menjalani pendidikan spesialisasi bedah vaskuler
diinstitusi yang sama selama 2 tahun. Peserta didik dengan cara ini memperoleh
dua kompetensi, bedah umum dan bedah vaskuler.
3. Sistem
terintegrasi, peserta didik menjalani pendidikan bedah dasar selama dua tahun,
kemudian menjalani pendidikan bedah vaskuler selama dua tahun dan pada tahun
kelima menjalani chief residen hanya dalam bidang ilmu vaskuler, p eserta didik
dengan cara ini hanya berwenang menangani kasus kasus vaskuler. Negara yang
menjalankan pendidikan seperti ini adalah Portugal, Russia, Finlandia. Pada sistem
ini seorang lulusan mempunyai kwalifikasi sebagai seorang spesialis bukan
subspesialis
4. Independen.
Pada sistem ini peserta didik menjalani
pendidikan bedah dasar selama tiga tahun dilanjutkan dengan bedah vaskuler
selama 3 tahun dan pada tahun terakhir menjalani chief residensi dalam bidang
ilmu vaskuler. pola ini lazim dilaksanakan di Amerika Serikat. Pada sistem ini
seorang lulusan menyandang sebutan spesialis bukan subspesialis
Di Amerika Serikat pendidikan
hanya dilakukan oleh institusi yang terakreditasi oleh “ Accreditation Council
for Graduate Medical Education (ACGME) “
Latihan dan Materi
Pendidikan Bedah Vaskuler
Didunia Internasional baik di
Eropa maupun Amerika serikat materi pendidikan
bedah vaskuler saat ini adalah sebagai berikut:
·
Pembedahan terbuka, seorang peserta didik
diharapkan mampu melakukan semua pembedahan terbuka untuk kasus kasus vaskuler
·
Intervensi Endovaskuler, seorang peserta didik
mampu melakukan tindakan intervensi
catheter based. Di Amerika serikat seorang spesialis bedah vaskuler
dalam pendidkan melakukan tindakan pengobatan intervensi sebanyak 80 kasus, diagnostik
endovaskuler sebanyak 100 kasus dan 20
operasi endovaskuler untuk aneurisma(EVAR). 75% dari kasus tersebut dilakukan
pada arteri dan sebanyak 25% pada vena. Pada guideline terakhir dinyatakan
bahwa seorang spesialis bedah vaskuler juga harus mampu melakukan Thoracic
Endovascular aortic repair sebanyak 25 kasus dengan sebanyak 12 kasus sebagai
operator. Pada prosedur ini seorang peserta didik juga harus mampu melakukan
tindakan ileal conduit, mengekspose
arteri dan vena femoralis serta bypass
karotis ke subklavia. Seorang peserta didik sebelumnya tidak harus memiliki clinical privilege dalam pembedahan
thoracoabdominal terbuka.
·
Diagnostik vaskuler non invasif. Seorang peserta didik harus mempunyai
kemampuan sebagai berikut:
o
Pemahaman anatomi fisiologi pembuluh darah
sebagai dasar untuk pemeriksaan ultrasonografi.
o
Pengalaman klinis dalam penatalaksanaan kasus
vaskuler. Di Amerika Serikat seorang peserta didik minimum melakukan
pemeriksaan dibawah supervise sebagi berikut:
§
Test fisiologi arteri perifer 100 kasus
§
Duplex
scanning arteri perifer 100 kasus
§
Duplex scanning vena perifer 100 kasus
§
Duplex scanning karotis 100 kasus
§
Transcranial duplex scanning 100
§
Duplex scanning pembuluh darah visceral 100
kasus
·
Penatalaksanaan medical, Seorang peserta didik
diharapkan mampu mengobati secara medical penyakit dan factor resikonya termasuk penanganan di
ICU
Di Indonesia saat ini sudah
terjadi pengembangan yang mengesankan dalam bidang pendidikan bedah vaskuler,
tidak hanya terbatas pada pembedahan terbuka . Saat ini Divisi bedah vaskuler sudah
dilengkapi dengan alat pemeriksaan non invasive baik Ultrasonografi(duplex scanning), Doppler, pletismografi sehingga seorang peserta didik sudah mampu
melakukan pemeriksaan dan interpretasi dalam pemeriksaan non invasif.
Dalam bidang invasive, sejak lama
seorang peserta didik sudah mampu melakukan tindakan catheter based seperti pemasangan catheter dual lumen di vena sentral dan sedang dikembangkan
tindakan non invasif lainnya seperti pemasangan IVC filter ,ballooning
dan stenting. Kedepannya dengan
dimilki alat C Arm yang sudah diprogram dengan angiografi maka peserta didik
akan semakin banyak melakukan tindakan endovaskuler.
Pendidikan bedah vaskuler saat
ini di FKUI/RSCM sudah berjalan pada jalur yang benar dan didukung oleh Rumah
sakit Pendidikan dengan penyediaan alat baik berupa alat invasif dan alat non invasif,
selain alat alat non invasif yang dibeli sendiri oleh untuk kepentingan pendidikan.
Alasan perubahan nama
Dengan kondisi yang saat ini
terjadi, dimana paradigma bedah vaskuler sudah bergeser dari hanya melaksanakan
pembedahan terbuka kearah diagnostic invasif dan non invasif serta
penatalaksanaan medikamentosa, maka terjadi pergeseran dan perubahan nama .
Saat ini seorang spesialis bedah vaskuler sudah bergeser dari seorang spesialis
bedah menjadi seorang klinikus.
Untuk menyesuaikan diri dengan
perkembangan seperti yang tertulis diatas maka saat ini di dunia internasional
sebagian divisi yang berada dibawah departemen bedah sudah berubah nama menjadi Divisi Vaskuler dan
Endovaskuler, dapat dilihat dari contoh contoh dibawah ini.
1.
University Arizona, Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery http://surgery.arizona.edu/unit/division/vascular-and-endovascular-surgery
2.
University of California,Vascular and
Endovascular Division,Departement of Surgery http://vascular.surgery.ucsf.edu/
3.
University Virginia, Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery http://www.medicine.virginia.edu/clinical/departments/surgery/services/division-of-vascular-surgery/division-of-vascular-and-endovascular-surgery.html
4.
Stanford University, School of Medicine,
Vascular and Endovascular Division,Departement of Surgery http://vascular.stanford.edu/
5.
Massachusset general Hospital, Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://www.massgeneral.org/vascularsurgery/
6.
Baylor College of Medicine, Division of Vascular
Surgery and Endovascular Therapy. Michael E Debakey Departement of Surgery http://www.debakeydepartmentofsurgery.org/home/content.cfm?menu_id=12
7.
School of Medicine, UC San Diego. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://surgery.ucsd.edu/specialties/General/vascular/Pages/default.aspx
8.
Jefferson University Hospital. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://www.jeffersonhospital.org/departments-and-services/division-vascular-endovascular-surgery.aspx
9.
School of medicine, University of California,
Irvine. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://www.surgery.uci.edu/vascularendovascular/
10.
School of Medicine. UT Health Science Center,
San Antonio. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://surgery.uthscsa.edu/vascular/index.asp
11.
Brigham and Women’s Hospital . A Teaching
Affiliate of Harvard medical School. . Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery http://www.brighamandwomens.org/Departments_and_Services/surgery/services/vascularsurgery/AorticDiseaseCenter.aspx
12.
NYU Cardiac and Vascular Institute. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://www.nyuvascular.org/handler.cfm?event=practice,main&CFID=557131&CFTOKEN=23382636
13.
Umass Medicl School. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://www.umassvascular.com/research/index.html
14.
University of Miami. Miler School of Medicine. Vascular
and Endovascular Division,Departement of Surgery. http://surgery.med.miami.edu/vascular-and-endovascular
15.
University of South Florida. . Vascular and
Endovascular Division,Departement of Surgery. http://www.hsc.usf.edu/medicine/surgery/vas+welcome.html
16.
Beth Israel iacones Center. A Teaching hospital
of Harvard Medical School. Vascular and Endovascular Division,Departement of
Surgery. http://www.bidmc.org/CentersandDepartments/Departments/Surgery/VascularSurgery.aspx
17.
University ofLouisville. School of Medicine. .
Vascular and Endovascular Division,Departement of Surgery. http://www.louisvillesurgery.com/vascular.html
18.
Weill Cornell medical College. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://www.cornellsurgery.org/pro/services/vascular-surgery/index.html
19.
West Virginia University. School ofMedicine. Vascular
and Endovascular Division,Departement of Surgery. http://medicine.hsc.wvu.edu/Surgery/Vascular/Home
20.
Cooper University Hospital. Vascular and Endovascular Division,Departement
of Surgery. http://www.cooperhealth.org/departments-programs/vascular-and-endovascular-surgery
21.
Loyola School of Medicine. Niversity of Chicago.
Vascular and Endovascular Division,Departement of Surgery. http://www.stritch.luc.edu/surgery/node/922
Selain dari perubahan nama
organisasi, jurnal bedah vaskuler yang baru terbit sudah menggunakan nama vaskuler dan
endovaskuler , sementara jurnal yang lebih lama tetap menggunakan nama vascular
surgery seperti:
2.
Journal of Endovascular Therapy, sebelumnya
journal of endovascular surgery. http://www.jevt.org/
3.
Vascular and Endovascular Surgery. http://ves.sagepub.com/
4.
Korean Journal of Endovascular Surgery. http://koreamed.org/JournalVolume.php?id=90
5.
Italian journal of Vascular and Endovascular
Surgery. http://www.minervamedica.it/en/journals/vascular-endovascular-surgery/index.php
Sebutan spesialis bedah vaskuler sudah
banyak berubah, sebagian yang menganut pendidikan dari spesialis bedah umum
memakai sebutan consultant vascular and
endovascular surgeon
1.
Mr Donald Adam, Consultant Vascular &
Endovascular Surgeon. http://www.bmihealthcare.co.uk/consultant/consultantdetails?p_name=Donald-Adam&p_id=47636
2.
DR.R.SEKHAR :: Consultant Vascular &
Endovascular Surgeon. http://www.indianvascular.com/
Di Indonesia, sesuai dengan hasil
kongres yang dilaksanakan di Tangerang pada tahun 2010, maka Perhimpunan
Spesialis Bedah Vaskuler Indonesia berubah menjadi Spesialis Bedah Vaskuler dan
Endovaskuler. Atas dasar alasan tersebut perhimpunan menghimbau semua divisi
vaskuler yang berada dibawah departemen bedah menyesuaikan diri menjadi divisi
vaskuler dan endovaskuler. Selain itu sebutan seorang spesialis bedah vaskuler
juga menjadi Spesialis Bedah Konsultan Vaskuler dan Endovaskuler disingkat
dengan SpB(K)V
Penutup
Perkembangan di bidang ilmu
vaskuler dan endovaskuler di dunia sudah sangat maju. Di Indonesia saat ini
sebagai salah satu Negara besar di Asia Tenggara perkembangan bedah vaskuler
juga sudah sangat pesat . Dengan digunakannya pemeriksaan non invasive dan
pemeriksaan invasive serta akan didirikannya Nasional Vaskuler Center . Untuk
menyesuaikan dengan perkembangan sains
dan memperkuat keinginan untuk mengembangakan minimal invasive maka sudah
sewajarnya Divisi Bedah Vaskuler Departemen Ilmu Bedah FKUI/RSCM berubah menjadi Divisi Vaskuler dan
Endovaskuler
Referensi
1.
Keith D. Calligaro, Boulos Toursarkissian, G.
Patrick Clagett, Jonathan Towne, Kim Hodgson, Gregory Moneta, Anton N. Sidawy,
Jack L. Cronenwett, Guidelines for hospital privileges
in vascular and endovascular surgery: Recommendations of the Society for
Vascular Surgery. J Vasc
Surg 2008;471-5
2.
Gloviczki,P.Vascular and Endovascular surgeon:
the vascular specialist for the 21st century and beyond. J Vasc Surg
2006;43:412-21.
3.
Dietrich.FB. Future potential of endovascular
techniques for vascular surgeons. Semin Vasc Surg 2003;16:255-61.
4.
White RA, Hodgson KJ, Ahn SS, Hobson RW 2nd
, Veith FJ.Endovascular interventions training and credentialing for Vascular
Surgeons. J Vasc Surg 1999; 29:177-86.
5.
Kent KC, Vascular surgeons- leaders in vascular
care. J Vasc Surg 2008;47:231-6.
6.
Svetlikov AV, Nyheim T, Aksoy M, European
Association of Vascular Surgeons in Training (EAVST), J International Congress
series 1272.2004;76-94.
7.
Farber A, Long BM, Lauterbach SR et al,
Assesment of public knowledge about the scope of practice of vascular surgeons,
J Vasc surg 2010;51:771-5.
8.
Yao JST, Society for vascular Surgery (SVS)- The
beginning, J Vasc surg 2010;51:776-9
9.
DeWeese JA, Baker JD, Ernst CB, Veith FJ,
Whittemore A, Vision of the vascular surgeon as the vascular specialis of the
future, J Vasc Surg 1996;23:896-901.
10.
Moore WS, Clagett P, Hobson RW, Towne JB Veith
FJ, Vision of optimal vascular training in the next two decades: Strategies for
adapting to new technologies, J Vasc
Surg 1996; 23:926-31.
11.
Goldstone J, Wong V, New training paradigms and
program requirements, J Sem Vasc Surg 2006.08.002:168-71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
dont be shy, leave your comments